Alasan Mengapa Kawasan Laut China Timur Memanas Di Pulau Natuna




Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, Menhan China Jenderal Chang Wanquan tidak menyinggung soal kebijakan mereka memperluas zona udara di kawasan Laut China Selatan, dalam pertemuan bilateral di Jakarta, Senin 16 Desember 2013. China hanya menyampaikan argumentasi mereka soal sengketa lahan di Laut China Timur dan Laut China Selatan.

Dalam pembicaraan hampir 3 jam di kantor Kementerian Pertahanan RI, kata Purnomo, Jenderal Chang tetap mengedepankan dialog sebagai solusi utama terhadap konflik itu. "Tadi mereka sempat menyebut bahwa China tetap akan menyelesaikan konflik sengketa melalui konsultasi dan dialog. Mereka sudah memiliki niat seperti itu dan akan tetap direalisasikan," ujar Purnomo.

"Peranan kedua negara ini sangat penting dalam membangun hubungan kemitraan. Oleh sebab itu, saya berharap poin ini dapat benar-benar dipahami oleh sahabat kita dari Tiongkok," ujar dia.

Kedua, Purnomo mendorong Pemerintah China supaya tidak terjadi konflik terbuka di antara kedua negara besar itu. Seandainya konflik terjadi, maka hal itu akan meluas hingga ke area lain.

"Ketiga, kami menyarankan agar kedua negara berkomunikasi langsung untuk mempermudah pembicaraan mengenai hal ini. Lagipula, ini kan masalah bilateral kedua negara, sehingga China tidak perlu mengundang negara-negara lain," kata dia.

Sementara terkait konflik di Laut China Selatan, posisi Indonesia sama dengan posisi organisasi ASEAN. Pemerintah berharap konflik sengketa lahan di sana bisa diselesaikan melalui protokol tata kelakuan baik (Code of Conduct).

"Tapi kan COC belum selesai dirundingkan oleh ASEAN dan China. Jadi untuk saat ini kami menggunakan Declaration of Conduct yang telah dibuat tahun 2002," imbuh dia.

Namun, dari pertemuan kelompok kerja ke-9 yang berlangsung September kemarin, sudah ada hasil positif. Pemerinta China berpendapat yang penting dialog mengenai COC ini selalu mengalami kemajuan, kendati berjalan lambat.


Sementara Indonesia juga telah menyampaikan posisi tegas Pemerintah terhadap konflik tersebut. Sikap itu menyangkut tiga hal yaitu: satu, masalah di antara Jepang dan China sangat berpengaruh terhadap stabilitas di kawasan Asia Pasifik.





Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang terletak di tengah Laut China Selatan menjadi sumber konflik kedaulatan Republik Indonesia. Isu tersebut muncul setelah awal pekan ini Presiden Joko Widodo mengkritik peta Republik Rakyat China yang memasukkan daerah kaya gas alam itu dalam wilayahnya.

Namun pada abad 19, Kesultanan Riau menjadi penguasa pulau yang berada di jalur strategis pelayaran internasional tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada republik yang berpusat di Jawa. Pada 18 Mei 1956, Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan itu sebagai wilayahnya ke PBB.

Sempat ada kajian dari akademisi Malaysia, bahwa Natuna secara sah seharusnya milik Negeri Jiran. Namun, untuk menghindari konflik lebih panjang setelah era konfrontasi pada 1962-1966, maka Malaysia tidak menggugat status Natuna.

Lepas dari klaim sejarah tersebut, Indonesia sudah membangun pelbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3.420 kilometer persegi ini. Etnis Melayu jadi penduduk mayoritas, mencapai 85 persen, disusul Jawa 6,34 persen, lalu Tionghoa 2,52 persen.

Jurnal the Diplomat pada 2 Oktober 2014 sudah meramalkan konflik terbuka antara China-Indonesia akan muncul cepat atau lambat.

Analis politik Victor Robert Lee mengatakan, Natuna pada awal abad 20 cukup banyak dihuni warga Tionghoa. Namun, seiring waktu, terutama setelah dikuasai resmi oleh Indonesia, warga Melayu dan Jawa jadi dominan.

Victor mengaku punya bukti, bahwa ada permintaan resmi warga keturunan Tionghoa di Natuna agar RRC menganeksasi pulau itu.

"Setelah konfrontasi Malaysia-Indonesia, disusul sentimen anti-Tionghoa di kawasan itu, jumlah warga keturunan China di Natuna turun dari kisaran 5.000-6.000 menjadi tinggal 1.000 orang," tulisnya.

Muncul selentingan, warga Tionghoa yang masih bertahan menghubungi Presiden China Deng Xiaoping pada dekade 80-an. "Ada permintaan kepada Deng agar China mendukung

kemerdekaan wilayah Natuna yang dihuni mayoritas Tionghoa, atau paling tidak memasukkan kepulauan itu di wilayah administrasi China," kata Victor.

Negosiasi ini tidak bisa dibuktikan sampai sekarang. Yang jelas, China secara sepihak pada 2009 menggambar sembilan titik ditarik dari Pulau Spratly di tengah Laut China Selatan, lalu diklaim sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya.

Pemerintah Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memprotes lewat Komisi Landas Kontinen PBB.

Garis putus-putus yang diklaim pembaruan atas peta 1947 itu membuat Indonesia berang. Padahal RI sebenarnya berencana menjadi penengah negara-negara yang berkonflik akibat Laut China Selatan.

Usut punya usut, klaim yang bikin repot enam negara ini dipicu kebijakan pemerintahan Partai Kuomintang (kini berkuasa di Taiwan). Mazhab politik Kuomintang menafsirkan wilayah China mencapai 90 persen Laut China Selatan.

China sejauh ini telah bersengketa sengit dengan Vietnam dan Filipina akibat klaim mereka di Kepulauan Spratly. Lima tahun terakhir, PBB belum bersikap atas protes dari pemerintah Indonesia. China juga tidak pernah menyinggung isu itu, sehingga hubungan Beijing- Jakarta relatif adem ayem.

Tapi, sejak jauh-jauh hari TNI sudah menyadari potensi konflik melibatkan Natuna. Lebih dari 20 ribu personil TNI dikerahkan menjaga perairan dengan cadangan gas terbesar di Asia mulai 1996.

Setelah berkuasa, Presiden Jokowi hendak menegaskan sikap terhadap Natuna, lebih keras dari sikap SBY.

"Sembilan titik garis yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya tidak memiliki dasar hukum internasional apapun," ujarnya saat diwawancarai Koran Yomiuri Shimbun.

Poros Jakarta-Beijing belum akan bergandengan erat sebelum konflik ini selesai

TIGA KONFLIK CHINA

China memiliki tiga jenis konflik dengan beberapa negara di kawasan Asia Pasifik. Konflik pertama adalah perebutan sebuah pulau tak berpenghuni yang oleh Jepang disebut Senkaku, sementara China menyebutnya Diaoyu. Kendati pulau itu hanya memiliki luas 7 kilometer persegi, namun telah diklaim lebih dulu sebagai wilayah China yang berada di bawah kekuasaan Provinsi Taiwan.

Menurut penulis buku Territorial Disputes among Japan, China and Taiwan concerning the Senkaku Islands, Lee Seokwoo, Kepulauan yang menjadi sengketa itu memiliki ladang minyak bumi berlimpah tahun 1970 silam.

Konflik kedua, menyangkut China, Taiwan dan beberapa negara ASEAN soal kawasan laut dan darat yaitu Pulau Paracel dan Spratly. Menurut kantor berita BBC, 15 Mei 2013, China sebagai salah satu negara yang ikut berkonflik, mengklaim teritori yang paling luas.

Bahkan mengakui daerah tersebut sudah menjadi wilayahnya sejak 2000 silam. Untuk mempertegas itu, mereka secara resmi mengeluarkan sebuah peta di tahun 1947 yang menjelaskan klaim lahan versi mereka.

Konflik ketiga menyangkut perluasan zona udara (ADIZ) yang dilakukan secara sepihak oleh China tanggal 27 November lalu. Jepang memprotes kebijakan kontroversial China itu lantaran mencakup wilayah udara Jepang di atas pulau sengketa, Senkaku.
Natuna terdiri dari tujuh pulau, dengan Ibu Kota di Ranai. Pada 1597, kepulauan Natuna sebetulnya masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malaysia.
(SUMBER: www.suaranews.com dan www.kakus.co.id)
Share on Google Plus

About Harly Sudib

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. " Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap "menyertakan link dofollow Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com